Senin, 06 September 2010

Si Jago, Makhluk Apatis Pelaku Vandalisme

Kakinya bertanduk,hewan apa namanya ?

Itulah dia Nenek moyang Si Jago - peliharaan bapak yang sudah almarhum beberapa bulan lalu. Sudah berpuluh-puluh ribu tahun lalu, nenek moyang Si jago bersahabat dengan manusia. Sering menjadi peliharaan untuk hoby, bahan aduan, atau diternakkan. Kehidupannya sudah merupakan garis terdepan Agrikultur kehidupan. Dagingnya di produksi secara massal, dan menjadi santapan dalam setiap perjamuan umum masyarakat, khususnya penduduk Asia. Gallus-gallus nama latin ayah, nenek dan nenek moyang Si jago.



Si Jago mewarisi nasib nenek moyangnya. Dalam kesehariannya dia hidup dalam kandang. Penguasa teritorial halaman rumah dan pejantan tangguh untuk induk-induk ayam jablay. Si Jago apatis dalam keterbatasan.Hidup acuh, tak pikir panjang. Tidak peduli akan keadaan sekitar. Si Jago tak pernah kuliah, tidak pernah mengikuti seminar “Akar demokrasi Indonesia” dan tak paham menggunakan internet. Jika ditanya pengertian Apatis, Si Jago takkan paham dan tak akam mampu menjawab. Namun dalam keseharian, Si jago adalah makhluk Apatis Naturalis – Tak paham makna apatis, namun mengapresiasikannya dalam setiap kehidupannya. Jika si Jago di beri kesempatan untuk berfikir dan mengenal internet, mungkin dulu si Jago tidak akan berkokok. Dia akan berkoar - layaknya seorang pemateri dalam seminar – si Jago akan memaparkan bahwa
Apatis berarti tidak peduli’ (bahasa Inggrisnya ,Apathy berasal dari kata Yunani “a-phatos”. Harfiah : Tanpa perasaan). Jadi secara umum Apatis adalah acuh tak acuh, masa bodoh dan tak peduli.
Inilah yang sering dilakukan oleh si jago. Berkeliaran kemana saja, acuh dan masa bodoh. “Selama loe(ayam lain.red) tak ganggu teritorial ai( si Jago.red) aman dah. Loe mau jungkir balik kek, mengais sampah kek, makan tokai.. ai don’t mind “ pemikiran si jago yang disampaikan dari bahasa tubuh ayam bapakku ini. Memang si jago, sesuai sudut pandang abal-abalku adalah makhluk apatis naturalis. Tak paham, namun sering melaksanakan. Hebat benar !

Karena wataknya yang acuh dan masa bodoh – Apatis. Si Jago berkeliaran seenaknya saja. Bertengger di sadel motor, merusak tanaman hias ibu, masuk ke ruang tamu, dan menyemprot tai hangatnya di sembarang tempat. Sungguh tak santun, tak tahu diri. Tak paham kalau bekas tanah di cekernya mengotori sadel, tindakannya yang merusak tanaman hias membuat hati ibu sedih dan bahkan menjadi gusar, masuk ke ruang tamu merusak pemandangan, dan tai hangatnya menyiksaku – memaksa mencari sabuk kelapa untuk mengelapnya dan mengambil sikat serta air untuk membersihkannya. Tindakan- tindakan praktis inilah yang saya maksudkan sebagai tindakan Vandalisme, bukan Anarkis – seperti yang selama ini kita,dan kebanyakan orang salah kaprah. Bukan cuman orang udik, kaum intelek seperti jurnalis, Mahasiswa, kepala daerah, dan bahkan kepala negara kita sendiri sering menggunakan kata “Anarkis” yang ternyata salah kaprah. Karena maknanya sendiri berbeda.

Seperti yang di ungkapkan oleh Prof.Dr.Franz Magnis – Suseno SJ (*semoga saya tdk salah catat) bahwa Anarkisme merupakan ideologi dengan tujuan masayarakat tanpa paksaan, Anarkisme sebetulnya tidak mengandung kekeraasan, tidak ada kaitan dengan kemarahan emosional yang mau merusak. Menurut Alexander Berkam, Anarkisme berarti paham kebebasan. Tidak ada seorang pun boleh memperbudak, merampok atau memaksa menjadi patuh dan taat majikan. Paham Anarkisme berarti anda harus bebas melakukan apa yang anda mau,memberi kesempatan untuk memilih jalan kehidupan yang anda maui serta hidup didalamnya tanpa ada yang mengganggu.
Vandalisme adalah kelakuan,baik individual maupun kolektif, yang mersusak asal merusak. Vandalisme sering merupakan tindakan perusak asal merusak. Menghilangkan sebuah keindahan. Sering berdasarkan kemarahan atau frustasi yang mencari ekspresi.

Untuk si Jago yang Apatis, motif vandalismenya belum diketahui pasti. Apakah didasarkan atas kemarahan dan rasa frustasi, akibat dari konspirasi atau pandangan – pandangan yang saya tebak-tebak, mungkin dipicu oleh pemahaman bahwa hidup seekor ayam yang sudah kodratnya akan berakhir di ujung pisau pemeliharanya. Atau berdasarkan kemarahan yang mendengar cerita induk – induk ayam jablay yang sering curhat bahwa sang pemelihara sering memaksa kehendaknya untuk menyuruhnya bertelur dan tanpa belas kasihanan akan memotongnya jika tidak produktif lagi. Who knows ??

Yang jelas, tindakan – tindakan praktis si Jago yang merusak, mengotori dan menyemprot tai sembarangan oleh saya merupakan sebuah kegiatan Vandalisme. Merusak dengan sengaja sebuah keindahan.

Seandainya si Jago pernah sekolah, sementara kuliah atau pernah kuliah, mungkin si Jago menjadi ayam yang santun. Mengerti etika, paham norma. Tau menyalurkan aspirasi, sering turun ke Pekarangan, ke Jalan-jalan, ke gedung-gedung perwakilan Rakyat Ayam..atau bahkan perwakilan RAKYAT (manusia.red) menyuarakan aspirasi rekan-rekan ayamnya. Mengadu nasib dengan sang penguasa yang dalam hal ini adalah pemilik atau peternak. TANPA MESTI MERUSAK, melakukan Vandalisme- yang merupakan makanan favorit kaum Jurnalisme yang menganggap vandalisme adalah Anarkisme- sehingga citra sebuah komunitas, sebuah masyarakat, sebuah golongan, baik itu Mahasiswa Ayam, mahasiswa manusia, Orator-orator handal , bahkan sebuah suku dapat berubah.



Untunglah sekarang si Jago, pelaku vandalisme dalam lingkungan pekarangan rumah telah mangkat beberapa bulan lalu. Paling tidak begundal kecil penghancur keindahan, perusak cintra berkurang satu. Mungkin rekan-rekan si jago sesama Ayam melakukan tindakan yang sama seperti pendahulunya terdahulu - si Jago senior. Tapi masih bisa di tolerir. Karena memang sifat Apatisme itu adalah sifat natural seekor ayam, sifat dari makhluk yang tak pernah mengenyam pendidikan. Dan Apatisme itu bisa berujung ke vandalisme karena tidak peka terhadap lingkungan. Asal merusak saja. Sekali lagi, karena gallus-gallus adalah Binatang tak berpendidikan, HARAP MAKLUM SAJA…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar